Rabu, 26 November 2008

Komunikasi Efektif
Jundi

Semenjak pembebasan Mekah, laju dan gerak dakwah Islam ke seantero negeri di sekitar jazirah Arab semakin besar. Berbondong-bondonglah orang masuk dan bergabung dalam jamaah Islam bersama Rasulullah SAW. Keadaan ini sangat mengkhawatirkan Kaisar Romawi saat itu. Maka dikirimlah tentara Romawi dalam ekspedisi besar-besaran untuk menghadang laju pergerakan Islam.

Kini tiba saat yang menegangkan. Jarak antara pasukan Muslimin dengan bala tentara Romawi semakin mendekat. Tidak lama lagi, dalam hitungan beberapa hari saja, peperangan besar akan berkobar. Namun, saat itu masih belum terbayangkan di benak kaum Muslimin tentang keadaan pasukan Romawi yang akan dihadapi. Semangat perang yang telah berkobar menghilangkan pikiran-pikiran tentang keadaan musuh.

Kemudian datanglah informasi dari intelijen bahwa ekspedisi bala tentara Romawi jumlahnya luar biasa besar. Ukurannya berlipat ganda dibandingkan dengan jumlah pasukan Muslim saat itu. Perlengkapan dan satuan perangnya pun jauh lebih lengkap. Satuan tentara gajah Romawi yang sudah terlatih perang dilibatkan dalam ekspedisi kali ini.
Rupanya, berhadapan dengan pasukan dengan jumlah yang luar biasa besar dan lengkap mampu menyurutkan semangat juang pasukan muslim. Keadaan berbalik 180 derajat. Benih-benih rasa takut mulai menyeruak. Pekikan keras gajah-gajah perang Romawi, dimana sebelumnya pasukan Muslimin belum pernah berperang melawan gajah, semakin menciutkan nyali pasukan Muslimin.

Keadaan semakin genting. Keteguhan kaum Muslimin menjadi goyah. Muncul pikiran untuk mundur perang. Melihat demikian, Ikrimah bin Abi Jahal, salah seorang pimpinan pasukan Muslimin saat itu, tampil berpidato ke depan. Dengan lantang, ia berkata, ”Dulu aku memerangi Rasulullah SAW pada setiap tempat dan aku tidak pernah lari, lalu sekarang apakah aku aku lari dari kalian semua? Sungguh sesuatu yang memalukan.” Lalu, ia meneruskan seruannya, ”Siapa diantara kalian yang ingin berbai’at untuk syahid?”. Sejurus kemudian, satu persatu diantara pasukan Muslimin maju ke depan. Akhirnya, Ikrimah bin Abi Jahal dibai’at 400 orang pasukan Muslim beserta pasukan kudanya untuk maju berperang menjemput syahid.

Tanpa melalui proses yang panjang, Ikrimah bin Abi Jahal mampu mengembalikan keadaan, dimana hati kaum Muslimin yang dipenuhi ketakutan berubah kembali menjadi seperti sebelumnya, penuh semangat juang. Jumlah dan perlengkapan bala tentara Romawi yang jauh lebih besar tidak lagi menjadi sumber kerisauan, justru menjadi pembakar semangat dan nyali menuju syahid.

Sobat, apa yang menjadi pelajaran dari seorang Ikrimah bin Abi Jahal? Sebenarnya, banyak yang bisa diambil pelajaran. Tapi kali ini, kita akan bahas tentang komunikasi efektif. Ya, Ikrimah bin bin Jahal telah menunjukkan kepada kita bagaimana seorang pemimpin harus memiliki kemampuan berbicara yang cakap. Ikrimah hanya menyampaikan beberapa kalimat saja, namun sangat mengena dan menggugah hati pendengarnya.

Pada saat-saat yang genting, dimana setiap keputusan atau pilihan akan sangat berpengaruh dan menentukan nasib organisasi selanjutnya, maka kemampuan seorang pemimpin dalam berbicara sangat dibutuhkan. Komunikasi efektif. Berbicara yang tidak perlu panjang lebar. Apalagi bertele-tele. Cukup beberapa kalimat saja, namun mampu memberikan daya pengaruh yang luar biasa pada pendengarnya.

Dialah Ikrimah bin Abi Jahal. Dulunya adalah orang yang paling keras memusuhi Rasulullah SAW. Tapi sekarang, dia telah menjadi seorang figur pemimpin Muslim sejati teladan bagi kita.

Komunikasi
Komunikasi merupakan instrumen utama dalam sebuah organisasi. Komunikasi dibutuhkan oleh setiap unit di semua level dalam organisasi. Mulai dari staf sampai pemimpin puncak, semuanya membutuhkan komunikasi. Dari bagian atau divisi terendah sampai level pimpinan perusahaan, direktur, semua menggunakan komunikasi sebagai bagian dari aktivitasnya. Kalau ingin organisasi berjalan, maka bangunlah komunikasi di dalamnya.

Logikanya mudah saja. Kita memulainya dari sebuah organisasi. Kita semua sudah memahami bahwa inti dari organisasi adalah amal jama’i. Kemudian, tidak ada amal jama’i, jika tanpa ada interaksi. Artinya, amal jama’i hanya bisa berjalan jika masing-masing bagian saling berinteraksi. Dan yang mesti diingat adalah, tidak akan terjadi interaksi, selama tidak terjalin komunikasi. Kesimpulannya, jika tidak ada komunikasi berarti tidak terjadi interaksi, sama saja berarti tidak ada organisasi.

Sebenarnya komunikasi itu apa sih? Komunikasi adalah berbicara. Tapi, berbicara dalam arti yang luas. Lebih dari sekedar lisan kita berucap mengeluarkan kata dan kalimat kepada orang lain. Kalau berbicara secara lisan, disebut komunikasi lisan. Berbicara juga bisa dalam bentuk tulisan, seperti pesan dan surat, termasuk kode atau sandi tulisan. Nah, yang ini disebut komunikasi tulis.

Ada bentuk berbicara lain, yaitu dengan bahasa tubuh. Tidak perlu berkata-kata atau menulis, cukup memberikan isyarat anggota tubuh, kita bisa berkomunikasi. Contohnya, kita bisa langsung menebak temen kita sedang sedih, marah atau gembira, cukup dengan hanya melihat raut mukanya saja. Itulah komunikasi isyarat.

Dari tiga bentuk komunikasi tadi, semuanya memiliki empat unsur penting, yang disebut unsur komunikasi yaitu, pemberi pesan, pesan atau informasi yang disampaikan, penerima pesan, dan respon. Coba sobat ingat lagi kisah Ikrimah bin Abi Jahal di atas! Sebutkan empat unsur komunikasinya!

Ya, unsur pemberi pesannya adalah Ikrimah bin Abi Jahal. Pesan yang disampaikan adalah kalimat yang diucapkan Ikrimah, berisi tentang semangat syahid. Penerima pesannya adalah sekelompok pasukan dari kaum Muslimin yang merasa takut dengan tentara Romawi. Responnya berupa sebanyak 400 pasukan Muslimin dengan kudanya berbai’at maju perang.

Komunikasi Efektif
Komunikasi efektif sangat dibutuhkan dalam setiap pekerjaan di lembaga atau organisasi manapun. Bagi seorang pemimpin, komunikasi efektif menjadi modal penting dalam melakukan negosiasi, mendelegasikan tugas, menurunkan kebijakan, dan mempengaruhi anak buahnya. Apabila seorang pemimpin berhasil dalam menjalin komunikasi, maka hal tersebut merupakaan jaminan kesuksesan dalam usaha pencapaian tujuan jamaah dan memperbaiki kinerjanya.

Komunikasi efektif terjadi bila ada pemberi pesan menyampaikan suatu pesan atau informasi kepada penerima. Kemudian, pesan dapat diterima dengan baik dan dipahami penerima, sehingga muncul respon sesuai dengan yang diharapkan oleh sang pemberi pesan.

Agar komunikasi bisa berjalan efektif, Jamal Madhi (2001) menyampaikan bahwa dalam berkomunikasi, seorang pemimpin mesti memperhatikan beberapa faktor berikut,

1. Suasana atau kondisi emosional
Perintah atau arahan dari seorang pemimpin akan segera dilaksanakan oleh bawahannya, jika dalam penyampaiannya, menggunakan bahasa yang sesuai dengan suasana dan kondisi emosional bawahan. Misalnya, seperti pada kisah Ikrimah bin Abi Jahal di atas, suasana kaum Muslimin saat itu sedang ciut nyalinya. Maka, sang pemimpin membangkitkan keberanian dan semangat pasukan dengan bahasa yang provokatif dan retorika. Hasilnya, tanpa butuh banyak kalimat, semangat pasukan kembali menyala.

2. Loyalitas atau permusuhan
Loyalitas dan permusuhan merupakan wilayah yang sangat sensitif pada perasaan seseorang. Orang bisa dengan mudah tergerak hatinya untuk spontan melakukan sesuatu jika tersentuh pada wilayah tersebut. Pesan yang isinya menyentuh sisi loyalitas dan permusuhan biasanya sangat mudah membangkitkan respon seseorang. Ikrimah bin Abi Jahal menggunakan kalimat, ”Siapa diantara kalian yang ingin berbai’at untuk syahid?” Itulah kalimat yang menyentuh wilayah loyalitas seseorang.

3. Tujuan dan target
Bagi seorang pemimpin, berkomunikasi, baik dengan anggota jamaah maupun dengan pihak eksternal, harus memiliki tujuan dan target yang jelas. Apa tujuan dari pembicaraan ini? Itulah pertanyaan yang senantiasa muncul di awal sebelum pembicaraan dimulai.

Dengan adanya tujuan dan target yang jelas, maka kita dapat merencanakan kalimat apa yang sebaiknya kita pakai, bagaimana respon yang kita harapkan dari lawan bicara, dan sampai kapan pembicaraan ini harus kita selesaikan.
Pada kisah di atas, Ikrimah bin Abi Jahal sudah menentukan tujuan dan target yang jelas sebelum dia berbicara. Melalui seruan lantangnya, dia ingin kaum Muslimin menjadi bersemangat dan tidak ketakutan menghadapi tentara Romawi. Oleh karena itu, agar mengena tepat sasaran, kalimat yang diserukan pun lebih bersifat heroik, provokatif, dan retorika.

4. Arah dan respon
Seringkali dalam pembicaraan, respon lawan bicara berbeda dari harapan kita sebelumnya. Kita tidak siap menghadapinya karena sebelumnya tidak membuat prediksi, dan akhirnya kebingungan menentukan sikap. Arah pembicaraan menjadi keluar jalur dan tujuan kita tidak tercapai.

Oleh karean itu, selain tujuan dan target, kita harus membuat prediksi tentang kemungkinan-kemungkinan arah pembicaraan yang akan terjadi dan respon yang mungkin akan muncul dari lawan bicara kita. Jadi, dalam berkomunikasi kita mesti membuat skenario pembicaraan, sehingga menjadikan kita lebih siap menghadapi segala kemungkinan yang akan muncul.

5. Rasa dihargai, atau justru diabaikan
Hargai orang lain,maka engkau akan dihargai. Dengarkan orang lain, maka engkau pun akan didengarkan. Itulah kalimat bijak yang patut menjadi acuan setiap pemimpin dalam mengelola organisasinya. Sebagian besar pemimpin memiliki pengaruh yang kuat ke orang lain bukan karena modal kekuatan atau kecerdasan yang tinggi, tetapi karena kesediaannya menyediakan waktu untuk mendengarkan dan menghargai pandapat orang lain.

Tidak ada komentar: