Rabu, 26 November 2008

Menjaga Soliditas Organisasi
Jundi

Seringkali terjadi organisasi yang sedang berada pada puncak kejayaanya, tiba-tiba saja mengalami permasalahan internal yang serius. Antar pengurus saling ribut. Tiba-tiba saja sudah terbentuk kubu-kubu yang saling berlawanan diantara sesama pengurus atau anggotanya. Sampai akhirnya, nasib organisasi tersebut jadi pecah atau malah tidak jelas dan kemudian bubar.

Hal yang sama, tidak jarang juga terjadi pada organisasi yang baru saja dibentuk. Tidak lama setelah rapat kerja digelar, muncul permasalahan internal. Pengurus ribut, saling berdebat dan berwacana hingga lupa dengan program kerja yang jadi kewajibannya. Akhirnya nasib organisasi tersebut pun sama, pecah atau malah bubar di awal perjalanannya.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana menjaga soliditas organisasi? Jawabannya tersirat dalam sebuah sirah yang menceritakan hijrahnya Nabi dari Makkah ke Madinah. Saat itu, berbondong-bondong penduduk Madinah ke luar rumah hendak menyambut kedatangan Nabi Muhammad SAW dan rombongannya. Mereka seperti tidak sabar menunggu, setelah tersiar berita tentang rencana hijrah Nabi. Sebelumnya mereka juga sudah mendengar kabar tentang gerakan dakwah Nabi, berita tentang Quraisy yang hendak membunuhnya, tentang ketabahannya menempuh panas yang begitu membakar dalam perjalanan yang sangat meletihkan, mengarungi bukit pasir dan batu karang di tengah-tengah dataran Tihama.

Setiba di Madinah, unta yang dinaiki Nabi SAW berlutut di tempat penjemuran kurma milik Sahl dan Suhail b. Amr. Kemudian, Rasulullah memutuskan untuk membangun masjid di tempat tersebut. Sementara tempat itu dibangun beliau tinggal pada keluarga Abu Ayyub Khalid b. Zaid al-Anshari. Dalam membangun mesjid itu Muhammad juga turut bekerja dengan tangannya sendiri. Kaum Muslimin dari kalangan Muhajirin dan Anshar ikut pula bersama-sama membangun. Selesai mesjid itu dibangun, di sekitarnya dibangun pula tempat-tempat tinggal Rasul. Baik pembangunan mesjid maupun tempat-tempat tinggal itu tidak sampai memaksa seseorang, karena segalanya serba sederhana, disesuaikan dengan petunjuk-petunjuk Rasul SAW.

Selesai membangun masjid, Rasulullah SAW berpikir tentang bagaimana menyusun barisan kaum Muslimin serta mempererat persatuan mereka, guna menghilangkan segala bayangan yang akan membangkitkan api permusuhan lama di kalangan mereka itu. Untuk mencapai maksud ini diajaknya kaum Muslimin supaya masing-masing dua bersaudara, demi Allah. Dia sendiri bersaudara dengan Ali b. Abi Talib. Hamzah pamannya bersaudara dengan Zaid bekas budaknya. Abu Bakr bersaudara dengan Kharija b. Zaid. Umar ibn'l-Khattab, bersaudara dengan 'Itban b. Malik al-Khazraji.

Demikian juga setiap orang dari kalangan Muhajirin yang sekarang sudah banyak jumlahnya di Madinah (sesudah mereka yang tadinya masih tinggal di Mekah menyusul ke Madinah setelah Rasul hijrah) dipersaudarakan pula dengan setiap orang dari pihak Anshar, yang oleh Rasul lalu dijadikan hukum saudara sedarah senasib. Dengan persaudaraan demikian ini persaudaraan kaum Muslimin bertambah kukuh adanya.

Sobat Cendekia, ada dua kunci utama yang dimainkan oleh Rasul SAW untuk menjaga kesolidan kaum Muslimin, yaitu membangun masjid dan mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan Anshar.

Membangun masjid
Apa hubungan membangun masjid dengan kesolidan organisasi? Ada banyak maksud yang bisa dicapai melalui pembangunan masjid. Lebih dari sekedar dibangun untuk sholat berjamaah atau pelaksanaan ibadah ritual. Masjid dibangun juga sebagai pusat tempat Rasulullah memberikan pengajaran nilai-nilai Islam kepada kaum Muslimin. Lagi-lagi, lebih dari sekedar melakukan kegiatan mengajarkan Islam, Rasulullah sebenarnya juga sedang melakukan penjagaan atas gagasan yang muncul dalam pikiran masing-masing kaum Muslimin. Rasulullah sedang mengontrol pemikiran-pemikiran dalam benak kaun Muslimin. Penjagaan atas gagasan. Kata ustad Anis Matta, itulah kunci kesolidan organisasi.

Gagasan perlu dikendalikan karena organisasi merupakan wadah terjadinya interaksi yang dinamis antara masing-masing unsur internal organisasi dan lingkungan strategis. Gagasan yang perlu dijaga meliputi, prinsip-prinsip dasar organisasi yang bersifat permanen, mutlak, yang biasa disebut tsawabit dan yang bersifat kondisional, biasa disebut mutaghayyirat.

Interaksi antar unsur organisasi dan juga realitas lingkungan organisasi akan melahirkan dinamika pemikiran yang tidak tertutup kemungkinan untuk menyimpang dengan tujuan dan nilai dasar organisasi. Kontrol atas gagasan bukan berarti penjegalan atas munculnya ide dan kreativitas baru. Tetapi kontrol dilakukan untuk memastiakn bahwa proses kreatif yang terjadi akan melahirkan ide dan gagasan yang tidak menyimpang atas tujuan dan nilai dasar organisasi.

Diskusi yang (sengaja di-)muncul atas gagasan tersebut harus dibangun dalam kerangka metodologi yang benar dan obyektif. Tugas para pemimpin adalah mengarahkan diskusi tersebut, sehingga kesimpulan yang lahir tetaplah tidak keluar dari tsawabit organisasi tersebut. Namun demikian, kontrol yang terlalu ketat akan melahirkan kepemimpinan yang total-otoritarian, yang pada akhirnya menjadi malapetaka bagi organisasi tersebut.

Sejarah Orde Baru bangsa ini, telah menunjukkan bagaimana kontrol atas gagasan dilakukan sangat ketat oleh pemerintah yang berkuasa. Setiap muncul pemikiran atau ide yang sedikit ”berbeda” akan dikenakan pasal subversif, yang itu berarti penjara bagi sang pemilik ide. Akhirnya, Orde Baru tumbang karena ke-otoriter-annya.

Kesimpulannya, adalah tugas para pemimpin untuk menjaga gagasan dan pemikiran yang ada di masing-masing benak pengurus dan anggota organisasi supaya tetap berada pada tsawabit-nya. Jika muncul perdebatan dan diskusi tentang sebuah tema, pemimpin yang baik akan berposisi sebagai moderator sekaligus wasit.

Membangun ukhuwah
Tugas pemimpin yang kedua adalah membangun ukhuwah sehingga menjadi satu potensi tersendiri dalam mendukung kesolidan organisasi. Sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW, puncak dari pembangunan ukhuwah adalah terbentuknya rasa senasib-sepenanggungan antar anggota jamaah, yang berakar pada dua hal yaitu itsar dan tsiqoh. Itsar adalah mendahulukan kepentingan saudara atas kepentingannya sendiri. Sedangkan tsiqoh adalah tingkat kepercayaan atau keyakinan yang sepenuhnya kepada saudara. Mustahil kesolidan pengurus berdiri dengan kokoh jika tidak dibangun dengan pondasi itsar dan tsiqoh yang kuat.

Sebagian besar kasus-kasus perpecahan organosasi yang sering kita lihat adalah berakar dari tidak adanya ukhuwah yang terbangun di antara masing-masing unsur organisasi. Rasa senasib-sepenanggungan tidak ada di hati para pengurus dan anggotanya. Masing-masing berjalan dengan kepentingannya sendiri. Akhirnya, masing-masing bekerja hanya untuk memenuhi atau menyelamatkan kepentingannya. Tujuan organisasi tidak lagi menjadi orientasi kerja, namun tidak lebih dari sekedar tulisan tanpa makna dalam AD-ART.

Ukhuwah, ukhuwah, dan ukhuwah. Itulah pekerjaan pertama para pemimpin dalam membangun organisasi yang solid. (Jundi)

Referensi
1. Dari Gerakan ke Negara. Anis Matta. 2006. Penerbit Fitrah Rabbani
2. Sirah Nabawiyah.

Tidak ada komentar: